Oeang Republik Indonesia (ORI)

   Oeang Republi Indonesia atau ORI adalah mata uang pertama yang dimiliki republik indonesia setelah merdeka. Pemerintah memandang perlu untuk mengeluarkan uang sendiri yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pembayaran yang sah tetapi juga sebagai lambang utama Negara merdeka. 
Uang Kertas ORI
Gambar salah satu Orang Republik Indonesia (ORI) 
   Resmi beredar pada tanggal 30 oktober 1946, ORI tampil dalam bentuk uang kertas bernominal satu sen dengan gambar muka keris tehunus dan gambar belang teks UUD 1945. ORI ditandatangani oleh menteri keuangan saat itu A.A.Maramis. Pada hari itu juga dinyatakan bahwa uang Jepang dan uang javasceh bank tidak berlaku lagi. ORI pertama kali dicetak oleh percetakan canisius dengan desain sederhana dengan dua warna dan memakai pengaman serat halus. 

   Presiden soekarno menjadi tokoh yang paling sering tampil dalam desain uang kertas ORI dan uang kertas seri ORI II yang terbit di Yogyakarta pada tanggal 1 januari 1947, seri ORI III di Yogyakarta pada tanggal 26 juli 1947, seru ORI baru di Yogyakarta pada tanggal 17 agustus 1949, dan seri republik indonesia serikat (RIS) di Jakarta pada tanggal 1 januari 1950. Meski peredaran ORI cukup singkat, namun ORI telah diterima di seluruh wilayah republik Indonesia dan ikut menggelorakan semangat perlawanan terhadap penjajah. Pada mei 1946, saat suasana di Jakarta genting, maka pemerintah RI memutuskan untuk melanjutkan pencetakan ORI di daerah pedalaman, seperti di yogyakarta, Surakarta, dan Malang.  Namun peredaran ORI tersebut sangat terbatas dan tidak mencangkup seluruh wilayah republik indonesia. Di Sumatera yang beredar adalah mata uang Jepang. Pada tanggal 8 april 1947 gubernur provinsi Sumatera mengeluarkan rupiah URIPS (Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera).

Sejarah Oeang Republik Indonesia (ORI) 

 
 Sejarah Oeang Republik Indonesia (ORI)

   Menteri keuangan Mr.A.A Maramis, pada tanggal 7 november 1945 membentuk suatu panitia yang dinamakan panitia penyelenggara pencetakan uang kertas republik indonesia yang diketuai oleh T.R.B Sabaruddin, direktur bank rakyat indonesia. Tugasnya ialah menyelenggarakan segala sesuatu yang bersangkutan dengan pencetakan uang. Ketika ditawari untuk menjadi menteri keuangan dalam kabinet sjahrir III, sjafruddin menyatakan kesediannya. Salah satu faktornya ialah karena sjafruddin ingin segera mempercepat proses pencetakan "Oeang Republik Indonesia" (ORI). Sjafruddin yakin bahwa terwujudnya ORI dapat menjadi alat perjuangan yang ampuh dalam mencerminkan eksistensi Negara republik Indonesia yang berdaulat dan besar pula artinya untuk membiayai perjuangan seperti menggaji pegawai negeri dan tentara, membeli perlengkapan administrasi pemerintah dan lain-lain. Keluarnya ORI bukanlah tujuan utama. Tujuan ini baru akan tercapai apabila ditempuh dengan kerja keras yang ditinjau dari sudut ekonomi berarti meningkatkan produksi, bukan dengan mencetak uang (Rosidi, 2011: 127-137).

   Dalam pelaksanaan tugasnya, panitia menghadapi kesulitan dan rintangan. Pencetakan ORI menggunakan alat yang harus dicari di dalam negeri. Tidak mungkin mendatangkan mesin pencetak uang dari luar negeri melihat kondisi saat itu (sikap, bagian III no 11-24 maret 1949). Kesukaran memperolah bahan-bahan baku yang diperlukan seperti kertas, tinta, bahan kimia untuk fotografi dan zinkografi, pelat seng untuk klise dan alat-alat lainnya seperti mesin aduk untuk membuat tinta. Pembuatan klise dikerjakan di percetakan  de unie dan percetakan balai pustaka. Pembuatan gambar lithografi dilakukan di percetakan de unie, percetakan Perdana dilakukan di percetakan balai pustakan dengan pertama-tama mencetak lembar uang seratus rupiah (Rosidi 2011: 129). Terjadinya pertempuran Surabaya pada Bulan november 1945 dan kondisi politik indonesia saat itu menyebabkan pencetakan uang yang beberapa Bulan yang dilaksanakan di Jakarta dipindahkan ke pedalaman dengan alat yang serba kurang lengkap (sikap, 24 maret 1949).

   Pihak inggris yang pro Belanda memberikan pendapat tentang rencana tentang pemerintang mengeluarkan uang sendiri bahwa lebih baik menerima uang hindia Belanda karena mempunyai kurs internasional, dan dapat dipergunakan untuk membayar ke luar negeri. Ditambahkan, kalau pemerintah RI mengeluarkan uang sendiri, yang itu tidak akan laku di luar negri. Pada kenyataannya uang NICA sekalipun mempunyai kurs internasional tidak diterima dan ditolak oleh rakyat. Uang Jepang ditari, dan sebagai gantinya, ORI yang diterima penuh kepercayaan oleh rakyat. Penolakan terhadap uang Belanda merupakan suatu bukti nyata bahwa selain ORI uang yang lain pun sudah tidak dapat dijadikan alat penukaran yang sah. Oleh karena itu, tidak perlu uang yang memiliki kurs luar negeri, tetapi yang dibutuhkan adalah uang yang diterima oleh rakyat (Kedaulatan Rakyat, 26 Desember 1945).

   Pada tanggal 29 sampai 30 oktober 1946 uang yang telah dibuat sendiri oleh pemerintah republik indonesia dikeluarkan secara resmi sebagai alat penukar, alat pembayaran yang sah, dan alat pengukur harga di seluruh wilayah yang secara de facto berada di bawah kekuasaan republik indonesia, yaitu Jawa, madura, dan sumatra. Sebelum ORI di keluarkan, pemerintah terlebih dahulu menari semua uang Jepang dan uang hindia Belanda dari peredaran dengan cara yang sangat sedikit sekali menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan menggantinya dengan uang baru, yang mempunyai harga tinggi serta dapat diawasi peredarannya (Sikap, 12 Maret 1949).

   Langkah pertama di mulai pada tanggal 22 juni 1946 pemerintah republik indonesia melarang orang indonesia membawa uang lebih dari f 1.000 dari daerah karesidenan Jakarta, Semarang, Surabaya, Bogor, dan priangan ke daerah-daerah lain di Jawa dan madura tanpa izin terlebih dahulu dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Demikian juga di larang untuk membawa uang dari luar masuk ke pulau Jawa dan madura, seluruh uang Jepang dan hindia Belanda yang ada di tangan masyarakat, perusahaan-perusahaan dan badan-badan harus disimpan pada bak-bank yang ditunjuk, yaitu bank Negara indonesia, bank rakyat Indonesia, bank Surakarta, bank nasional, bank tabungan pos, dan rumah gadai (Beng to, 1991: 76-77).

   Pengeluaran ORI didasarkan atas dua undang-undang yaitu pertama, undang-undang No. 17/1946 tertanggal 1 oktober 1946 yang berisi perintah akan mengeluarkan uang sendiri yakni uang republik Indonesia, sedangkan tentang bentuk, warna, harga uang tersebut dan lain-lain yang berhubungan dengan pengeluaran uang itu pengaturannya diserahkan kepada menteri keuangan republik Indonesia. Kedua undang-undang No. 19/1946 yang di umumkan pada tanggal 24 oktober 1946 disebut sebagai undang-undang tentang pengeluaran uang republik indonesia, mengatur dasar nilai uang baru dengan uang Jepang, tentang pembayaran hutang lama yang belum lunas pada waktu berlakunya ORI, tentang uang Jepang yang masih berlaku pada zaman ini, dan pengaturan harga-harga maksimum bagi barang-barang yang dipandang perlu yang penempatannya diserahkan kepada menteri kemakmuran. Dasar nilai ditentukan 10 rupiah ORI sama dengan emas murni seberat 5 gram.  Emas murni yang dimaksud dalam pasal ini yaitu emas 24 karat. Sebagai dasar penukaran 50 rupiah uang Jepang sama dengan 1 rupiah uang ORI untuk di wilayah Jawa dan madura serta 100 rupiah uang Jepang sama dengan 1 rupiah uang ORI untuk wilayah Sumatera (arsip kementrian penerangan no. 1).

   ORI berlaku sebagai alat pembayaran yang sah pada tanggal 29 malam 30 oktober 1946 jam 24:00. Pada saat itu juga menurut keputusan tersebut ORI menjadi satu-satunya alat pembayaran yang sah di daerah republik di Jawa dan madura. Di daerah Sumatera, peredaran ORI, karena kesukaran-kesukaran dalam lapangan teknis (kesulitan mengadakan pengangkutan dan menjamin keamanannya) tidak dapat diadakan dengan segera. Di daerah Sumatera, uang Jepang masih terus berlaku sebagai alat pembayaran yang sah, di samping uang sementara (Uang Republik Indonesia untuk provinsi Sumatera) sampai kira-kira pertengahan tahun 1948 (sikap, 12 maret 1949). Pada awal penyebarannya, pemerintah mengeluarkan undang-undang No. 19/1946 yang memuat tentang pembagian uang sebesar 1 rupia ORI pada Setia orang, dan uang itu dimasukkan sebagai modal untuk setiap orang. Adapun pertimbangan pemerintah mengenai jumlah uang 1 rupiah tersebut adalah dengan dasar bahwa pada saat itu setiap orang mempunyai uang tunai sebesar 50 rupia uang pendudukan Jepang, yang sebelumnya sudah di putuskan. Pembagian uang dilakukan secara serentak pada hari dan waktu yang bersamaan di seluruh Jawa dan madura. Pembagian uang baru di bagikan langsung kepada masyarakat secara merata sebagai imbalan atas uang lama yang tidak berlaku lagu, dan juga agar masyarakat tidak dirugikan (Nurhajarini, 2006: 36).

   Pada tanggal 29 oktober 1946 malam, sebelum keluarnya ORI, wakil presiden Mohammad Hatta dan menteri keuangan Sjafruddin prawiranegara menyampaikan pidato melalui RRI. Dalam pidato itu disampaikan pemberitahuan tentang keluarnya dan diresmikannya ORI pada pagi hari pada tanggal 29 oktober 1946 sebagai alat pembayaran yang sah. Sjafruddin prawiranegara selaku menteri keuangan menyampaikan pesan guna mengurangi keguncangan ekonomi dengan keluarnya ORI tersebut. Isi pesan sjarifuddin antara lain mengajak rakyat untuk berhemat, bagi perusahaan-perusahaan terutama toko-toko, warung-warung jangan menjual barang terlalu banyak karena untuk keperluan sehari-hari dan jangan menutup toko pembeli dibatasi, toko-toko dan warung-warung di beri kesempatan untuk menyimpan uangnya di bank-bank sampai tanggal 30 oktober 1946, memberi kelebihan persediaan makanan kepada tetangga yang kekurangan, jangan pergi ke bank untuk jumlah kecil untuk mencari untung, tetapi harus berani menderita kerugian (prawiranegara, 2011: 32). ORI tidak dapat diedarkan di sumatra, maka untuk mengatasi kesulitan keuangan, pada akhir tahun 1947 beberapa daerah di sumatra mengeluarkan jenis uang sendiri. Diantaranya, ORIPS (Oeang Republik Indonesia Provinsi Sumatra), ORISU (Oeang Repoeblik Indonesia Sumatra Utara), ORIDJA (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Djambi), ORIDA (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Aceh), ORIDT (Oeang Republik Indonesia Daerah Tapanuli), dan uang mandat yang dikeluarkan oleh dewan pertahanan daerah sumatra Selatan. Bahkan daerah Banten yang terisolasi, dikeluarkan URIDAB (Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Banten) (Beng to, 1991: 71).

   Di wilayah indonesia tidak hanya ada satu jenis uang. Pihak NICA (Belanda) mengeluarkan uang baru sendiri yang dinamakan uang NICA. Peredaran uang NICA bersamaan dengan ORI telah menimbulkan kesukaran bagi rakyat, khususnya penduduk daerah perbatasan antara daerah yang dikuasai belanda dan daerah yang dikuasai republik. Pada satu pihak penduduk takut diketahui memiliki ORI oleh tentara NICA, di pihak lain pun takut pula diketahui memiliki uang NICA oleh pasukan republik. Ternyata makin lama uang republik makin populer di kalangan rakyat. (Rosidi, 2011: 141). ORI dalam sejarah kemerdekaan indonesia telah menjalankan peranan sebagai alat yang mempersatukan bangsa indonesia untuk bersama-sama dengan pemerintah republik yang masih muda itu berjuang mempertahankan dan menegakkan Negara Indonesia. Dengan kata lain ORI telah berperan sebagai alat perjuangan kemerdekaan, baik dalam menghimpun tenaga maupun dalam membiayai berbagai macam keperluan Negara. ORI berfungsi juga sebagai alat revolusi yang mendukung dan memungkinkan pemerintah indonesia mengatur administrasinya, mengorganisasi dan memperkuat tentaranya, memelihara keamanan dan ketertiban, mengururs kesejahteraan rakyat dalam menentang agresi belanda (Beng to, 1991: 69-84).

Demikian penjelasan materi "Oeang Republik Indonesia", semoga bermanfaat. 

Related Posts:

0 Response to "Oeang Republik Indonesia (ORI) "

Post a Comment