Kehidupan Manusia Purba pada Masa Perundagian

Pengertian Masa Perundagian


Periode perundagian dimulai pada zaman logam, yaitu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Pada masa perundingan (undagi = tukang) atau yang lebih dikenal dengan masa mengolah logam ini, manusia purba sudah mengenal bijih logam. Mereka sudah lebih berpengalaman sehingga dapat mengenali bijih-bijih logam yang dijumpai meleleh di permukaan tanah. Bijih logam yang ditemukan terutama berasal dari tembaga. Kemudian mereka membuat alat-alat yang diperlukan dari bahan bijih logam yang ditemukan. Pada masa ini juga telah terjadi pembauran antara manusia purba, ras mongoloid, dan ras austromelanesia. Kemampuan mengolah logam muncul setelah alat-alat dari batu tidak dapat diandalkan dan cepat mengalami kerusakan. Teknologi logam kuno yang berada di Indonesia juga dipengaruhi oleh Vietnam. Hasil teknologi ini dikenal dengan budaya Dong Son. Selain itu, Thailand juga merupaka negara asal teknologi logam kuno. Pengertian lain dari masa perundingan adalah tempat di mana orang-orang yang ahli dalam membuat barang-barang atau alat-alat dari logam.

Masa perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia juga masih menggunakan barang-barang yang berasal dari batu.

Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orang-orang tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan. Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.

a. Corak Kehidupan Masyarakat Perundagian

Pada saat berlangsungnya proses pembauran antara pendatang Melayu Austronesia dari Yunan Selatan dengan Australomelanesid pada sekitar tahun 300 SM, tibalah gelombang II emigran Melayu Austronesia yang berasal dari Dong Son (Vietnam sekarang). Kebudayaan bangsa Melayu Austronesia gelombang II ini setingkat lebih maju dari pada emigrant bangsa Melayu Austronesia gelombang I mereka telah menguasai teknologi sebagai berikut:
  • Teknologi pertanian basah, yaitu bersawah.
  • Teknologi metalurgi/pengecoran logam.
Teknologi pertanian basah, dikembangkan bersama dengan teknologi pengairan. Mereka belum mengenal usaha untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan cara penumpukan, tetapi dilakukan melalui upacara magis (fertility cult). Teknologi metalurgi setidak-tidaknya mencangkup dua teknik pokok, yaitu teknik pengambilan logam dan teknik pengolahan barang logam.

Permukiman atau desa yang mereka bangun menyebar di segala tempat. Permukiman itu tersebar mulai dari tepi pantai sampai ke pedalaman di gunung-gunung. Pembangunannya lebih teratur, dipagar dengan tempat penguburan di luar pemukiman.

b. Budaya dan Alat yang Dihasilkan Manusia Purba Masa Perundagian

Adanya perkembangan teknologi yang semakin maju, mendorong manusia untuk melakukan hal yang terbaik pada dirinya, diantaranya pengaturan tata air (irigasi). Perdagangan pun diperluas hingga antarpualu yang sebelumnya hanya antardaerah domestik.

Dengan demikian, terjadilah sosialisasi antara manusia Indonesia dengan suku dan bangsa-bangsa lain yang perkembangan budayanya telah lebih maju, seperti kebudayaan India dan Cina. Melalui interaksi dengan orang India, masyarakat Indonesia mulai mengenal sistem kerajaan, yang kemudian melahirkan kerajaan Hindu-Buddha seperti kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, Mataram dan lain-lain.

Kehidupan seperti ini menunjang terbentuknya kebudayaan yang lebih maju yang memerlukan alat-alat pertanian dan perdagangan yang lebih baik dengan bahan-bahan dari logam. Hasil-hasil peninggalan kebudayaannya antara lain neraka perunggu, moko, kapak perunggu, bejana perunggu, arca perunggu, dan perhiasan.
  1. Neraka perunggu: berfungsi sebagai pelengkap upacara untuk memohon turun hujan dan sebagai genderan perang; memiliki pola hias yang beragam, dari pola binatang, geometris, dan tumbuh-tumbuhan, ada pula yang tak bermotif; banyak ditemukan di Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Selayan, Papua.
  2. Kapak perunggu: bentuknya beraneka ragam. Ada yang berbentuk pahat, jantung, atau tembilang; motifnya berpola topang mata atau geometris.
  3. Bejana perunggu: bentuknya mirip gitar Spanyol tanpa tangkai; ditemukan di Madura dan Sulawesi.
  4. Arca perunggu: berbentuk orang sedang menari, menaiki kuda, atau memegang busur panah; ditemukan di Bangkinang (Riau), Lumajang, Bogor, Palembang
  5. Perhiasan dan manik-manik: ada yang terbuat dari perunggu, emas, dan besi; berbentuk gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, bandul; banyak ditemukan di Bogor, Bali, dan Malang; sedangkan manik-manik banyak ditemukan di Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, Bogor, Besuki, Bone; berfungsi sebagai bekal kubur; bentuknya ada yang silinder, bulat, segi enam, atau oval.

c. Kepercayaan Manusia Purba Masa Perundagian

Kepercayaan masyarakat pada masa perundagian merupakan kelanjutan dari masa bercocok tanam. Kepercayaan berkembang sesuai dengan pola pikir manusia yang merasa dirinya memiliki keterbatasan dibandingkan dengan yang lainnya, anggapan seperti ini memunculkan jenis kepercayaan: animisme dan dinamisme:

1. Animisme

Dalam kepercayaan animisme, manusia mempunyai anggapan bahwa suatu benda memiliki kekuatan supranatural dalam bentuk roh. Roh ini bisa dipanggil dan diminta pertolongan pada saat diperlukan. Mereka percaya akan hal-hal yang gaib atau kekuatan hebat. Kepercayaan terhadap bermacam-macam roh dan makhluk halus yang menempati suatu tempat memunculkan kegiatan menghormati atau memuja roh tersebut dengan cara berdoa dengan mantra dan memberi sesajen atau persembahan.

2. Dinamisme

Kepercayaan dinamisme ini perpanjangan dari animisme. Roh atau makhluk halus yang diyakini berasal dari jiwa manusia yang meninggal, kemudian mendiami berbagai tempat, misalnya hutan belantara, lautan luas, gua-gua, sumur dalam, sumber mata air, persimpangan jalan, pohon besar, batu-batu besar, dan lain-lain.

Timbulnya kepercayaan terhadap adanya kekuatan gaib yang dapat menambah kekuatan seseorang yang masih hidup. Kekuatan yang timbul dari alam semesta inilah yang menimbulkan kepercayaan dinamisme (dinamis berarti bergerak). Manusia purba percaya bahwa, misalnya, pada batu akik, tombak, keris, belati, anak panah, bersemayan kekuatan halus, sehingga alat-alat tersebut harus dirawat, diberi sesajen, dimandikan denga air kembang.

Di kemudian hari, kepercayaan-kepercayaan animisme dan dinamisme mendorong manusia menemukan kekuatan yang lebih besar dari sekedar kekuatan roh dan makhluk halus dan alam. Masyarakat lambat laun, dari generasi ke generasi, meyakini bahwa ada kekuatan tunggal yang mendominasi kehidupan pribadi mereka maupun kehidupan alam semesta. Kekuatan gaib tersebut diyakini memiliki keteraturan sendiri yang tak dapat di ganggu-gugat, yakni hukum alam.

Kepercayaan terhadap "Kekuatan Tunggal" ini lantas dihayati sebagai kekayaan bati spiritual sekaligus kekayaan kebudayaan. Kepercayaan animisme dan dinamisme ini kemudian berkembang dan menyatu dengan kebudayaan Hindu-Buddha dan kemudian Islam.

Demikianlah pembahasan mengenai "Kehidupan Manusia Purba pada Masa Perundagian", semoga dengan adanya artikel ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat untuk anda.

Related Posts:

0 Response to "Kehidupan Manusia Purba pada Masa Perundagian"

Post a Comment